TULISAN #4
ALDINA PERMATA SARI
40213617 / 3DA01
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN #
STRUKTUR MODAL
DAN TEORI STRUKTUR MODAL
Secara
umum, perusahaan dapat memilih dari begitu banyak kombinasi struktur modal guna
memaksimalkan nilai perusahaan, mulai dari menerbitkan saham preferen dengan
bunga mengambang, obligasi, warrants, convertible bonds, dan lain- lain. Namun,
kombinasi dari struktur modal tersebut jarang terjadi pada pasar modal
Indonesia sehingga struktur modal yang kita fokuskan hanyalah kombinasi antara
hutang dan saham.
Teori-Teori
Struktur Modal seperti yang diungkapkan oleh Brigham, Eugene, Houston, Joel
(2003, pp 498), terbagi atas:
1.
Modigliani and Miller’s; Theory 1
Teori
struktur modal modern yang dicetuskan oleh Modigliani and Miller (disingkat
MM), terkenal sebagai salah satu teori struktur modal yang paling berpengaruh
pada dunia keuangan. MM mengungkapkan bahwa dibawah beberapa asumsi, nilai
perusahaan tidak terpengaruh oleh struktur modal yang dimilikinya. MM juga
mengatakan bahwa walau bagaimanapun perusahaan membiayai operasionalnya, hal
itu tidak akan mempengaruhi struktur modalnya.
Asumsi-asumsi
yang diungkapkan oleh MM pada teori pertamanya ini adalah sebagai berikut:
- Tidak ada biaya perantara (brokerage costs)
- Tidak ada pajak (taxes)
- Tidak ada biaya kebangkrutan (bankruptcy cost)
- Semua investor mempunyai informasi yang sama tentang peluang investasi perusahaan di masa yang akan datang.
- Pendapatan operasional (EBIT) tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah hutang yang digunakan perusahaan dalam struktur modalnya.
Terlepas dari tidak realistiknya asumsi-asumsi yang
diungkapkan oleh MM diatas, namun perlu diakui bahwa hasil yang didapat
(walaupun tidak realistik) adalah penting, karena dengan tidak realistiknya
teori struktur modal diungkapkan oleh MM, malah memberikan petunjuk tentang apa
saja yang dibutuhkan agar struktur modal menjadi relevant sehingga pada
akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan.
2.
Modigliani and Miller’s; Theory 2 – The Effect of Taxes
Pada
tahun 1963, MM mulai menyadari bahwa tidak adanya pajak perusahaan (Corporate
Taxes) adalah tidak mungkin, sehingga pada revisi teorinya yang pertama, MM
mulai menghilangkan asumsi tersebut. Pengeluaran bunga sebagai faktor pengurang
dari pendapatan operasional yang menyebabkan berkurangnya pajak yang dibayarkan
perusahaan mendorong perusahaan untuk lebih banyak menggunakan hutang
dibandingkan dengan menerbitkan saham karena dengan menerbitkan saham,
perusahaan harus membayarkan dividen, dan karena dividen tidak bisa menjadi
faktor pengurang dari pendapatan operasional, maka seberapapun dividen yang
dibayarkan perusahaan tidak akan mempengaruhi jumlah pajak yang harus
dibayarkan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, MM mengungkapkan bahwa asumsi
pada teori pertama (tidak termasuk pajak perusahaan) struktur modal perusahaan
yang optimal adalah 100% hutang.
Namun,
kembali beberapa tahun kemudian, teori MM disempurnakan oleh Merton Miller
(yang kali ini tanpa Prof. Modigliani), dimana dia mengungkapkan bahwa pajak
individu (Personal Taxes) juga berpengaruh terhadap struktur modal suatu
perusahaan. Miller juga mengungkapkan bahwa dengan kondisi pajak yang terjadi
pada saat itu, para investor relatif akan bersedia menerima imbal hasil sebelum
pajak (before-tax returns) pada saham dibandingkan dengan imbal hasil sebelum
pajak pada hutang. Sehingga Miller mengungkapkan dua poin penting pada revisi
teori struktur modalnya sebagai berikut:
- Pembayaran bunga yang dapat mengurangi pajak yang harus dibayarkan perusahaan membuat pembiayaan melalui hutang adalah yang lebih baik.
- Pengenaan pajak yang rendah pada penerbitan saham berbanding dengan pajak pada hutang menyebabkan rendahnya imbal hasil yang diinginkan oleh para pemegang saham membuat pembiayaan melalui penerbitan saham menjadi lebih baik.
3. The Effect of Potential Bankruptcy
Theory
Hasil
yang tidak relevan sebagai akibat dari asumsi yang juga tidak relevan, di mana
MM mengungkapkan bahwa perusahaan tidak akan mengalami kebangkrutan, sehingga
MM tidak memperhitungkan biaya kebangkrutan (Bankruptcy Cost). Pada
kenyataannya, biaya kebangkrutan ternyata memang ada dan terkadang bisa jadi
adalah biaya yang sangat mahal.
Perusahaan
yang mengalami kebangkrutan akan mengalami banyak legal and accounting
expenses, dan yang paling penting adalah berapa banyak biaya yang harus
dikeluarkan seiring dengan hilangnya kepercayaan dari konsumen, suplier dan
bahkan dari karyawannya sendiri. Terlebih lagi, kebangkrutan seringkali memaksa
perusahaan untuk melikuidasi atau menjual aktiva yang dimilikinya daripada
meneruskan operasional perusahaan.
Masalah-masalah
yang berhubungan dengan kebangkrutan seringkali muncul apabila perusahaan lebih
banyak menggunakan hutang pada struktur modalnya. Oleh karena itu, biaya
kebangkrutan akan membuat perusahaan menurunkan tingkat pengunaan hutang hingga
pada level yang wajar.
Biaya
kebangkrutan sendiri mempunyai 2 komponen, yaitu:
- Kemungkinan terjadinya kebangkrutan itu sendiri.
- Biaya yang harus dikeluarkan apabila timbulnya financial distress.
4. Trade Off Theory of Leverage
Teori
yang diungkapkan oleh Stuart Myers ini menjelaskan bagaimana perusahaan dapat
melakukan trade off keuntungan-keuntungan dari penggunaan hutang terhadap
tingginya pengeluaran bunga dan biaya kebangkrutan.
Observasi
yang dilakukan oleh para pencetus teori ini mengungkapkan hal-hal seperti
dibawah ini:
- Pengeluaran bunga yang menyebabkan penggunaan hutang lebih murah dari pada menerbitkan saham baik saham biasa ataupun saham preferen, karena dengan penggunaan hutang, perusahaan mempunyai tax benefit. Semakin besarnya hutang yang digunakan dalam struktur modal perusahaan, akan semakin besar pula pendapatan bersih yang dimiliki perusahaan yang dapat dinikmati oleh para investor, yang secara otomatis akan meningkatkan nilai saham perusahaan tersebut.
- Di dunia nyata, perusahaan jarang sekali menggunakan 100% hutang dalam struktur modalnya dengan alasan utama yaitu agar dapat menekan jumlah biaya kebangkrutan yang akan ditimbulkan apabila menggunakan hutang terlalu besar.
- Adanya ambang batas dalam penggunaan hutang.
5. Signaling Theory
Kembali,
berdasarkan asumsi yang diungkapkan oleh MM bahwa para investor mempunyai
informasi yang sama seperti yang dimiliki oleh para manager (Symmetric
Information) adalah tidak demikian adanya, karena pada kenyataannya para
manajer mempunyai informasi yang lebih baik daripada informasi yang dimiliki
oleh para investor, sehingga terjadi apa yang disebut Asymmetric Information,
dan informasi seperti ini mempunyai pengaruh yang sangat penting pada struktur
modal yang optimal.
Seseorang
yang mempunyai informasi mengenai prospek yang positif akan cenderung berusaha
menghindari penjualan saham sehingga secara tidak langsung memaksa perusahaan
menggunakan hutang melebihi dari target normal dalam struktur modalnya. Begitu
juga sebaliknya, apabila prospek sebuah perusahaan adalah negatif maka akan
banyak investor yang melakukan aksi jual. Dengan demikian, apabila sebuah
perusahaan mengumumkan bahwa perusahaan tersebut akan go public dengan
melakukan stocks offering, seringkali dianggap sebagai signal bahwa prospek kinerja
perusahaan ke depan cenderung negatif.
Bagaimana
implikasi teori ini terhadap struktur modal sebuah perusahaan? Seperti
diungkapkan diatas bahwa stocks offering dianggap sebagai negative signal dan
cenderung akan menurunkan harga saham (walaupun sebenarnya bahwa tidak
selamanya kinerja perusahaan akan buruk) maka perusahaan pada masa-masa normal
harus mempertahankan Reserve Borrowing Capacity, yaitu kemampuan meminjam uang
dengan harga yang wajar pada saat munculnya peluang berinvestasi.
Perusahaan
dalam kondisi normal akan menggunakan lebih sedikit hutang dari apa yang
diungkapkan oleh MM dalam teori optimal capital structure-nya sebagai cadangan
bahwa perusahaan masih bisa menggunakan tambahan hutang tanpa menyebabkan
timbulnya cost of financial distress karena menggunakan hutang secara
berlebihan.
6. Teori
Keagenan (Agency Approach)
Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manager adalah konsep free-cash flow. Ada kecenderungan manager ingin menahan sumber daya sehingga mempunyai control atas sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik leagenan free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manager akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan untuk membayar bunga.
Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manager adalah konsep free-cash flow. Ada kecenderungan manager ingin menahan sumber daya sehingga mempunyai control atas sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik leagenan free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manager akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan untuk membayar bunga.
Sumber: