Minggu, 19 Juni 2016

STRUKTUR MODAL DAN TEORI STRUKTUR MODAL



TULISAN #4
ALDINA PERMATA SARI
40213617 / 3DA01
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN #


STRUKTUR MODAL DAN TEORI STRUKTUR MODAL

Secara umum, perusahaan dapat memilih dari begitu banyak kombinasi struktur modal guna memaksimalkan nilai perusahaan, mulai dari menerbitkan saham preferen dengan bunga mengambang, obligasi, warrants, convertible bonds, dan lain- lain. Namun, kombinasi dari struktur modal tersebut jarang terjadi pada pasar modal Indonesia sehingga struktur modal yang kita fokuskan hanyalah kombinasi antara hutang dan saham.

Teori-Teori Struktur Modal seperti yang diungkapkan oleh Brigham, Eugene, Houston, Joel (2003, pp 498), terbagi atas:

1. Modigliani and Miller’s; Theory 1
Teori struktur modal modern yang dicetuskan oleh Modigliani and Miller (disingkat MM), terkenal sebagai salah satu teori struktur modal yang paling berpengaruh pada dunia keuangan. MM mengungkapkan bahwa dibawah beberapa asumsi, nilai perusahaan tidak terpengaruh oleh struktur modal yang dimilikinya. MM juga mengatakan bahwa walau bagaimanapun perusahaan membiayai operasionalnya, hal itu tidak akan mempengaruhi struktur modalnya.

Asumsi-asumsi yang diungkapkan oleh MM pada teori pertamanya ini adalah sebagai berikut:
  • Tidak ada biaya perantara (brokerage costs)
  • Tidak ada pajak (taxes)
  • Tidak ada biaya kebangkrutan (bankruptcy cost)
  • Semua investor mempunyai informasi yang sama tentang peluang investasi perusahaan di masa yang akan datang.
  • Pendapatan operasional (EBIT) tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah hutang yang digunakan perusahaan dalam struktur modalnya.
Terlepas dari tidak realistiknya asumsi-asumsi yang diungkapkan oleh MM diatas, namun perlu diakui bahwa hasil yang didapat (walaupun tidak realistik) adalah penting, karena dengan tidak realistiknya teori struktur modal diungkapkan oleh MM, malah memberikan petunjuk tentang apa saja yang dibutuhkan agar struktur modal menjadi relevant sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan.


2. Modigliani and Miller’s; Theory 2 – The Effect of Taxes
Pada tahun 1963, MM mulai menyadari bahwa tidak adanya pajak perusahaan (Corporate Taxes) adalah tidak mungkin, sehingga pada revisi teorinya yang pertama, MM mulai menghilangkan asumsi tersebut. Pengeluaran bunga sebagai faktor pengurang dari pendapatan operasional yang menyebabkan berkurangnya pajak yang dibayarkan perusahaan mendorong perusahaan untuk lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan dengan menerbitkan saham karena dengan menerbitkan saham, perusahaan harus membayarkan dividen, dan karena dividen tidak bisa menjadi faktor pengurang dari pendapatan operasional, maka seberapapun dividen yang dibayarkan perusahaan tidak akan mempengaruhi jumlah pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, MM mengungkapkan bahwa asumsi pada teori pertama (tidak termasuk pajak perusahaan) struktur modal perusahaan yang optimal adalah 100% hutang.

Namun, kembali beberapa tahun kemudian, teori MM disempurnakan oleh Merton Miller (yang kali ini tanpa Prof. Modigliani), dimana dia mengungkapkan bahwa pajak individu (Personal Taxes) juga berpengaruh terhadap struktur modal suatu perusahaan. Miller juga mengungkapkan bahwa dengan kondisi pajak yang terjadi pada saat itu, para investor relatif akan bersedia menerima imbal hasil sebelum pajak (before-tax returns) pada saham dibandingkan dengan imbal hasil sebelum pajak pada hutang. Sehingga Miller mengungkapkan dua poin penting pada revisi teori struktur modalnya sebagai berikut:
  1. Pembayaran bunga yang dapat mengurangi pajak yang harus dibayarkan perusahaan membuat pembiayaan melalui hutang adalah yang lebih baik.
  2. Pengenaan pajak yang rendah pada penerbitan saham berbanding dengan pajak pada hutang menyebabkan rendahnya imbal hasil yang diinginkan oleh para pemegang saham membuat pembiayaan melalui penerbitan saham menjadi lebih baik.

3. The Effect of Potential Bankruptcy Theory
Hasil yang tidak relevan sebagai akibat dari asumsi yang juga tidak relevan, di mana MM mengungkapkan bahwa perusahaan tidak akan mengalami kebangkrutan, sehingga MM tidak memperhitungkan biaya kebangkrutan (Bankruptcy Cost). Pada kenyataannya, biaya kebangkrutan ternyata memang ada dan terkadang bisa jadi adalah biaya yang sangat mahal.

Perusahaan yang mengalami kebangkrutan akan mengalami banyak legal and accounting expenses, dan yang paling penting adalah berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan seiring dengan hilangnya kepercayaan dari konsumen, suplier dan bahkan dari karyawannya sendiri. Terlebih lagi, kebangkrutan seringkali memaksa perusahaan untuk melikuidasi atau menjual aktiva yang dimilikinya daripada meneruskan operasional perusahaan.
Masalah-masalah yang berhubungan dengan kebangkrutan seringkali muncul apabila perusahaan lebih banyak menggunakan hutang pada struktur modalnya. Oleh karena itu, biaya kebangkrutan akan membuat perusahaan menurunkan tingkat pengunaan hutang hingga pada level yang wajar.
Biaya kebangkrutan sendiri mempunyai 2 komponen, yaitu:
  1. Kemungkinan terjadinya kebangkrutan itu sendiri.
  2. Biaya yang harus dikeluarkan apabila timbulnya financial distress.

4. Trade Off Theory of Leverage
Teori yang diungkapkan oleh Stuart Myers ini menjelaskan bagaimana perusahaan dapat melakukan trade off keuntungan-keuntungan dari penggunaan hutang terhadap tingginya pengeluaran bunga dan biaya kebangkrutan.

Observasi yang dilakukan oleh para pencetus teori ini mengungkapkan hal-hal seperti dibawah ini:
  • Pengeluaran bunga yang menyebabkan penggunaan hutang lebih murah dari pada menerbitkan saham baik saham biasa ataupun saham preferen, karena dengan penggunaan hutang, perusahaan mempunyai tax benefit. Semakin besarnya hutang yang digunakan dalam struktur modal perusahaan, akan semakin besar pula pendapatan bersih yang dimiliki perusahaan yang dapat dinikmati oleh para investor, yang secara otomatis akan meningkatkan nilai saham perusahaan tersebut.
  • Di dunia nyata, perusahaan jarang sekali menggunakan 100% hutang dalam struktur modalnya dengan alasan utama yaitu agar dapat menekan jumlah biaya kebangkrutan yang akan ditimbulkan apabila menggunakan hutang terlalu besar.
  • Adanya ambang batas dalam penggunaan hutang.

5. Signaling Theory
Kembali, berdasarkan asumsi yang diungkapkan oleh MM bahwa para investor mempunyai informasi yang sama seperti yang dimiliki oleh para manager (Symmetric Information) adalah tidak demikian adanya, karena pada kenyataannya para manajer mempunyai informasi yang lebih baik daripada informasi yang dimiliki oleh para investor, sehingga terjadi apa yang disebut Asymmetric Information, dan informasi seperti ini mempunyai pengaruh yang sangat penting pada struktur modal yang optimal.
Seseorang yang mempunyai informasi mengenai prospek yang positif akan cenderung berusaha menghindari penjualan saham sehingga secara tidak langsung memaksa perusahaan menggunakan hutang melebihi dari target normal dalam struktur modalnya. Begitu juga sebaliknya, apabila prospek sebuah perusahaan adalah negatif maka akan banyak investor yang melakukan aksi jual. Dengan demikian, apabila sebuah perusahaan mengumumkan bahwa perusahaan tersebut akan go public dengan melakukan stocks offering, seringkali dianggap sebagai signal bahwa prospek kinerja perusahaan ke depan cenderung negatif.
Bagaimana implikasi teori ini terhadap struktur modal sebuah perusahaan? Seperti diungkapkan diatas bahwa stocks offering dianggap sebagai negative signal dan cenderung akan menurunkan harga saham (walaupun sebenarnya bahwa tidak selamanya kinerja perusahaan akan buruk) maka perusahaan pada masa-masa normal harus mempertahankan Reserve Borrowing Capacity, yaitu kemampuan meminjam uang dengan harga yang wajar pada saat munculnya peluang berinvestasi.
Perusahaan dalam kondisi normal akan menggunakan lebih sedikit hutang dari apa yang diungkapkan oleh MM dalam teori optimal capital structure-nya sebagai cadangan bahwa perusahaan masih bisa menggunakan tambahan hutang tanpa menyebabkan timbulnya cost of financial distress karena menggunakan hutang secara berlebihan.


6. Teori Keagenan (Agency Approach)
Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manager adalah konsep free-cash flow. Ada kecenderungan manager ingin menahan sumber daya sehingga mempunyai control atas sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik leagenan free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manager akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan untuk membayar bunga.



Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar